loading...

Menaklukkan Konsumen Skeptis

Merebut sepotong kapling di benak konsumen adalah pekerjaan rumit. Tapi di tangan seorang Hypnosis In Selling, perkara menjual bukan lagi masalah. Mereka tinggal membidik target pasar, lalu menggiring prospek untuk melakukan aksi pembelian tanpa paksaan.
Pakar marketing Philip Kotler pernah mengungkapkan sepuluh dosa pemasaran (2004). Dosa-dosa itu kini dapat dibasuh melalui kemampuan “Hypnosis In Selling”, sebuah solusi menaklukkan konsumen.
“Hypnosis In Selling”, karya Johanes Lim, bukan ilmu gaib, juga bukan tipuan, karena metodologinya dapat dipertanggungjawabkan tanpa merugikan atau menyakiti target prospek. Melalui kemampuan “Hypnosis In Selling” dengan dukungan personal power dan selling skill, seorang marketer dapat mengubah mindset calon konsumen, membuat perkara menjual menjadi persoalan gampang.
Sebelum melancarkan “Hypnosis In Selling”, ditegaskan, hak pertama dan utama untuk menjual secara persuasif adalah membangun kepercayaan diri, perusahaan, produk, dan pelanggan. Selebihnya, seorang penjual tinggal mentranfer kepercayaan itu kepada prospek melalui teknik Fast Track Selling Technique atau Hypnosis, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi.
Hal kedua adalah mengembangkan “Positive Money Mindedness”. Tujuannya agar Sales Person mempunyai basic belief system yang mengacu kepada “Prosperty Consciousness” atau kesadaran akan kemakmuran. Bentuk kesadaran ini, antara lain, percayalah bahwa uang itu netral, tidak baik maupun jahat, tidak rohani maupun duniawi. Percayalah bahwa menjadi sukses dan kaya adalah baik, enak, dan membahagiakan, karena dengan mempunyai banyak uang akan bisa lebih bebas memanfaatkannya untuk pengembangan diri, keluarga, dan orang banyak. Percayalah bahwa hidup miskin dan marginal tidaklah berkaitan dengan tingkat kerohanian seseorang. Pecayalah bahwa tidaklah benar apa yang dikatakan orang bahwa “Tuhan mencintai orang miskin dan membenci orang kaya”, karena urusan Tuhan dan sorga bukanlah urusan kaya atau miskin, melainkan persoalan amalan ibadah dan iman.
Menghadapi Prospek Skeptis
Bagi sebagian orang, menjual itu memamg gampang. Selling skills mengajarkan, jika menghadapi prospek skeptis, orang perlu menyakinkannya dengan proof source. Bentuknya bisa berupa literatur, kesaksian pihak ketiga, demo produk, atau kalau perlu mencobanya sendiri. Tujuannya agar prospek percaya dan kemudian membeli. Tapi masalahnya, “Bagaimana jika tidak mempunyai proof source yang adekuat untuk menyakinkan prospek? Atau, lebih parah lagi, prospek tetap tidak percaya, sekalipun kita telah menunjukkan berbagai proof source relevan?”
Lim yang pernah mempelajari Hypno Therapy selama tiga tahun di New Zealand mengatakan, ketika selling skills biasa tidak lagi bisa menyakinkan prospek, diperlukan cara khusus, yakni teknik hipnosis untuk menundukkan prospek.
Lim menyakinkan, hipnosis tidak melulu berkonotasi negatif, sejarah mencatat, hipnosis juga efektif untuk mengatasi kebiasaan atau perilaku buruk, seperti makan berlebihan, merokok, atau kecanduan alkohol. Kekuatan hipnosis dapat pula digunakan untuk menyembuhkan penyakit dan gangguan kesehatan yang berasal dari pikiran, termasuk untuk meningkatkan citra diri, pemalu, gugupan, mudah putus asa, atau trauma psikologis. Bahkan untuk keadaan dan orang tertentu, teknik hipnosis bisa dipergunakan untuk mengubah mental miskin menjadi mental kaya, mental gagal menjadi mental sukses.
Lim telah mendemonstrasikan “Hypnosis In Selling” melalui seminar publik sedikitnya 37 angkatan, belum termasuk Inhouse Training di pelbagai perusahaan. Peserta seminar atau training telah merasakan kedahsyatan dan efektifitasnya.
Cara kerja “Hypnosis In Selling”, dimulai dengan asumsi bahwa manusia adalah makhluk emosional. Contohnya, jarang sekali kaum pria membeli semata-mata karena alasan teknis, termasuk ketika membeli mobil. Alasan spesifikasi teknik hanyalah bagian kecil dari motif dominan pria, seperti gengsi dan kebanggaan dalam mengendarai mobil, kenyamanan, keterjangkauan biaya pembelian, dan perawatan.
Karena manusia adalah makhluk emosional, jika ingin mempengaruhi orang agar bertindak sesuai keinginan, syaratnya adalah menyentuh kepentingan emosional orang tersebut. “Cara mempengaruhi pikiran prospek agar percaya dan menuruti keinginan pembeli ialah dengan cara berbicara untuk kepentingan pembeli.” Tulis Lim.
Asumsi berikut, kebanyakan orang memandang dunia sekitar berdasarkan tiga sudut pandang, yakni visual, auditoris, dan kinestetik. Orang tipe visual biasanya berbicara cepat, sering menggerak-gerakkan tangan, dan jika berpikir sering mengarahkan matanya ke atas. Perbendaharaan katanya sering terdengar : “Saya akan melihat buktinya terlebih dahulu…, wait and see…, kelihatannya…, terlihat…, lihatlah…”
“Untuk mempengaruhi pikiran orang tipe visual agar percaya dan menyukai Anda, maka Anda pun harus menempatkan diri seperti orang tipe visual, sekalipun mungkin Anda bukan orang tipe visual. Jika Anda mempunyai brosur atau contoh produk, perlihatkanlah kepadanya sambil berkata : ‘Lihatlah, betapa indah desainnya. Lihat juga betapa serasi kombinasi warnanya!’ Atur kecepatan suara Anda agar menyerupai kecepatan suara prospek. Juga gerak-gerakkan tangan Anda ketika berbicara seperti prospek,” papar Lim
Orang tipe auditoris biasanya berbicara dengan kecepatan sedang, agak berirama dengan nada melodik. Ia sering menggunakan gerak tubuh dan pendangan matanya ke arah kanan-kiri. Sering mengucapkan kata-kata : “Saya mendengarkan…, kedengarannya…, terdengar…, dengarlah…”
“Untuk mempengaruhi orang tipe auditoris agar percaya dan menyukai Anda, maka Anda pun harus menempatkan diri seperti orang tipe auditoris. Jika Anda sedang menjual mobil, hiduplah mesin mobil sambil berkata : ‘Dengarlah, betapa halus suara mesinnya, nyaris tidak terdengar!’ Atau jika menjual perangkat sound-system, pilihlah demo kaset atau CD yang indah, sambil berkata : ‘Dengarlah, betapa jernih suara agar menyerupai suara prospek,” tutur Lim.
Orang tipe kinestetik biasanya berbicara lambat, detail, dan cenderung mengarahkan kepalanya ke bawah ketika berbicara. Ia sering membicarakan apa yang dirasakannya : “Saya merasa…, rasanya…, terasa…, rasakan…”
“Untuk mempengaruhi pikiran orang tipe kinestetik agar percaya dan menyukai Anda, maka Anda pun harus menempatkan diri seperti tipe kinestetik. Jika mempunyai brosur atau contoh produk, berikanlah kepadanya agar disentuh atau dipegang sambil berkata : ‘rasakanlah sendiri, betapa lembutnya bahan kain ini!’ Atur kecepatan suara prospek, lambat dan detail,” imbuh Lim.
Cara lain untuk mempengaruhi pikiran dan perilaku prospek agar percaya dan mengikuti keinginan penjual adalah dengan cara menyerupakan atau meniru cara prospek berperilaku. Pertama, cara bernafas. Perhatikanlah cara prospek bernafas, dan ikutilah iramanya. Jika ia menarik nafas, Anda pun menarik nafas. Ketika ia menghembuskan nafas, Anda pun demikian. Tujuannya agar Anda mempunyai ritmik dan kadar emosi yang sama dengannya.
Kedua, cara berbicara. Perhatikan dan ikuti caranya berbicara. Jika ia berbicara lembut, Anda oun harus berbicara lembut, Anda pun harus berbicara lambat. Jika ia beraksen daerah tertentu, sebisanya ikutilah aksennya. Bahkan jika Anda menguasai dialeknya, pergunakanlah dialek tersebut. Jika tidak, sekurang-kurangnya pergunakanlah sepatah dua patah kata dari dialek tersebut. Jika ia sering menggunakan kosakata tertentu, misalnya, “Well, basicly…,” maka Anda pun perlu mengikutinya dengan sering mengucapkan, “Well, basicly..” Anda menyerupai dirinya.
Ketiga, bahasa tubuh. Karena bahasa tubuh mencerminkan emosi seseorang, dan merupakan refleksi dari pikiran bawah sadar, maka jika Anda bisa mengamati dan mengikutinya, maka pikiran bawah sadar prospek akan merasa bahwa Anda adalah juga cerminan dirinya, sehingga akan segera merasa akrab dan cocok. Jika prospek sering mengusap-usapkan tangannya ke dagu ketika berbicara, maka Anda pun sering berperilaku demikian. Atau jika ia selalu menyandarkan siku tangannya di meja ketika berbicara, sambil memiringkan arah tubuhnya; maka sebisanya Anda pun berperilaku demikian; atau jika prospek sering membersihkan kukunya sambil berbicara, Anda pun berperilaku demikian; sehingga sepertinya prospek sedang melihat pantulan dirinya dicermin.
Membawa Pulang Transaksi
Kesuksesan menjual pertama-tama ditentukan oleh ketepatan memilih Target Prospect, yakni calon pembeli potensial. Jika prospek tidak mampu membeli, maka bagaimanapun hebatnya manfaat produk atau ketrampilan si penjual, semua itu tidak ada gunanya. Salesman tidak akan membawa pulang transaksi!
Lantas, apa yang harus dilakukan? Jauh hari sebelum salesman mengunjungi seorang prospek, maka ia terlebih dahulu membuat Sales Visit Planning yang telah mengkalkulasi berbagai kemungkinan dan analisa potensi, minat beli, serta ketepatan waktu kunjungan terhadap setiap Target Prospect.
Seorang tenaga penjual, menurut hemat Lim, bisa mendapat delapan transaksi dari setiap sepuluh sales interview. Syaratya, sebagai seorang marketer, jangan berperilaku seperti Order Taker, atau Sales Informan, atau Customer Service! Tugas marketer adalah menjual! Menciptakan penjualan! Dan bukan hanya melaksanakan tugas penjualan!
Laksana mantra, “Hypnosis In Selling”, mengajak marketer agar mengubah daya dan kebiasaan menjual menjadi seragam. Pertama, berorientasi kepada persepsi dan kepentingan prospek/pelanggan. Kedua, berorientasi kepada manfaat produk/jasa dan bukan kepada spesifikasi. Ketiga, memulai dan menjalani sales interview dengan banyak bertanya, banyak mendengar, dan banyak memberi solusi, dan bukan banyak bicara! Keempat, pantang menyerah! Anda harus bertanya sampai menemukan “hidden needs” atau “hidden problem”, serta mengatasinya dan mengubahnya menjadi transaksi! Kelima, sekalipun prospek berkelit dan berdalih demi apa pun, Anda tidak boleh berhenti bertanya, sampai prospek memberikan jawaban final: membeli!
Di luar alasan tidak punya uang, seorang marketer harus mencari tahu mengapa prospek tidak mau membeli, dan bagaimana cara mengubahnya agar membeli. Jika prospek memamg tidak lagi prospektif, maka hapuslah ia atau mereka dari Prospects List. Jangan buang waktu! Jangan buang energi! Jangan buang uang!

Sumber : Yulius P Silalahi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar