loading...

Peta Persaingan Bisnis Ritel Modern di Indonesia 2009

Meskipun perekonomian nasional kini dihadapkan kepada dampak krisis ekonomi global, namun bisnis ritel modern di Indonesia tidak terkendala bahkan masih menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal itu dikarenakan potensi pasar di Indonesia masih cukup besar dan menguatnya usaha kelas menengah dan kecil, telah menambah banyaknya kelompok masyarakat berpenghasilan menengah-atas yang memiliki gaya hidup belanja di ritel modern.

Perkembangan bisnis ritel modern ini dapat ditunjukan pula dari segi omzet yang masih tumbuh secara nyata yakni dari sekitar Rp 42 triliun pada tahun 2005, meningkat menjadi sekitar Rp 58 triliun pada tahun 2007 dan tahun 2008 sudah mencapai sekitar Rp 67 triliun. Peningkatan omzet belakangan ini, terutama didorong semakin maraknya pembukaam outlet gerai baru hypermarket dan minimarket. Misalnya, peritel asing hypermarket, Carrefour dalam waktu singkat telah berhasil mengepung potensi pasar ritel di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, dengan kepemilikan gerai hingga akhir tahun 2008 sebanyak 70 unit.

Begitu juga konsolidasi Hero Supermarket yang mengarah ke hypermarket setelah supermarketnya belakangan cenderung menurun, cukup membuahkan hasil. Dari gerai pertama hypermarketnya yang bekerjasama dengan peritel asing dari Malaysia tahun 2002 lalu — Hypermarket Giant terus berkembang menjadi 17 gerai pada 2007 dan meningkat menjadi sekitar 23 gerai pada tahun 2008. Selanjutnya peritel lokal Matahari tak mau menjadi penonton saja, hanya dalam waktu setahun pada 2004 sudah membuka 4 gerai Hypermart, gerai hypermarketnya. Bahkan sampai akhir 2008 Hypermat sudah mencapai 39 gerai.

Besarnya minat peritel lokal mengikuti sukses Carefour, dikarenakan omzet hypermarket bisa mencapai Rp 500 juta per hari, bahkan beberapa gerai Carrefour pada masa peak season-nya bisa meraih omzet hingga Rp 1 milyar per hari. Hal ini tentunya sangat potensial menggerus pasar supermarket yang polanya sama menjaring konsumen belanja bulanan. Begitu juga perkembangan hypermarket yang sangat pesat ini, karena formatnya cocok dengan karakter konsumen di Indonesia yang menjadikan belanja sebagai bagian dari rekreasi. Selain itu mampu menawarkan harga paling rendah, produk selalu fresh, area belanja luas serta jumlah produknya yang sangat lengkap.

Namun, pesatnya perkembangan pasar modern belakangan ini seringkali menuai protes dengan pihak yang merasa dirugikan seperti pasar tradisional atau bahkan dengan sesama ritel modern. Bahkan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Pasar Modern yang baru saja diberlakukan pada Desember 2008 justru masih mengundang kontroversi. Terutama, menyangkut pelanggaran ritel modern yang menjual sembako di bawah harga pasar tradisional.

Bahkan pelanggaran zonasi dan jarak yang sudah berlangsung lama, telah memakan banyak korban dari pasar tradisional. Tetapi pihak Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) pun telah mengajukan keberatan peritel modern atas isi Permendag Nomor 53 Tahun 2008, diantaranya menyangkut pembatasan biaya syarat perdagangan (trading term) dari aspek yuridis maupun komersialnya.

Selain mengulas kebijakan pemerintah yang masih perlu sosialisasi itu, juga berbagai aspek lainnya di bidang ritel kami bahas . Terutama dengan menyajikan peta persaingan bisnis ritel di Indonesia ini, akan sangat bermanfaat bagi kalangan bisnis khususnya yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan bisnis ritel modern seperti lembaga keuangan, perbankan, pemasok (supplier) dan sebagainya. Studi ini juga sangat bermanfaat bagi para investor atau calon investor yang akan menjalin kerjasama dengan perusahaan yang aktif di bisnis ritel modern di Indonesia saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar