loading...

Makmur masa depan networkers

Karena adanya "revolusi pendistribusian" yang bergeser ke edukasi, bisnis-bisnis yang berbasiskan home business bakal mengail kemakmuran di masa depan. Network marketing di sebut-sebut paling banyak mencetak jutawan di masa mendatang.

Profesi masa depan tampaknya tidak melulu dokter, insinyur, pengacara, akuntan, IT dsb. Networker - sebutan bagi mereka yang menggeluti bisnis marketing - juga layak di jadikan profesi masa depan. Alasannya seperti di jabarkan Paul Zane Pilzer, abad 21 itu merupakan eranya entrepreneur yang dikendalikan "revolusi pendistribusian" baru, yaitu pendistribusian intelektual. Asal tahu saja, network marketing di nilai Paul sebagai pendistribusian intelektual.

Menurut Paul, distribusi yang di gulirkan oleh network marketing , bukan hanya sekedar memindahkan produk atau jasa ke tangan konsumen, melainkan menggunakan "intelektual" dimana mengajarkan dan mendidik orang lain (konsumen) bagaimana menjual produk ke konsumen lain.Begitu seterusnya. Mendidik dan mengajarkan itu, dalam jagad network marketing, sebagai bagian dari proses duplikasi, sebuah unsur penting dalam membuat jaringan.

Network marketing sendiri, dinilai paul, tak lepas dari soal komunikasi. Ini merupakan cara terbaik, khususnya merubah paradigma, mendidik seseorang mengenai produk baru dan melayaninya, sekaligus sebuah cara terbaru yang tidak di peroleh dengan membaca, menjelajah internet dsb. Komunikasi dengan cara tersebut mencerminkan sisi dari pendistribusian intelektual.

Kemakmuran yang digulirkan bisnis jaringan, sekaligus menjadi indikator bergesernya entrepreneur korporasi menuju bisnis mandiri, ataupun bisnis yang berbasis rumah (home business). Ledakan itu bakal terjadi, mengingat kian canggihnya teknologi informasi, yang memungkinkan setiap orang melakukan pekerjaannya di rumah. Telepon, internet, komputer dan sederet IT yang membuat banyak orang berkantor di rumah. Bahkan paul meramalkan di masa mendatang pertumbuhan ekonomi di Amerika dan negara2 maju bakal di gerakkan oleh entrepreneur yang di cetak oleh home business dan bisnis perorangan.

Kualitas hidup

Selain teknologi informasi, pemicu lainnya "ledakan" home business adalah tuntutan kualitas hidup yang seimbang. Setidaknya, orang tidak hanya mendambakan uang, juga hidup yang penuh makna dan kepuasan. Uang yang berjibun akan menjadi percuma, bila jarang bertemu dengan keluarga, tidak dapat menikmatinya, di tambah tubuh yang digerogoti pelbagai penyakit.

"Saat ini banyak orang tidak ingin menghabiskan waktunya hanya berbincang-bincang di kantor. Mereka ingin secepat mungkin menyelesaikan pekerjaan, lalu berkumpul bersama keluarga. Bagi mereka, bisnis yang berbasis rumah, merupakan pilihan yang lebih efisien," tulis Paul, seraya menyebut seorang karyawan korporasi tak dapat bersaing dengan pekerja lepas (self employee). Alasannya , kata Paul, sekitar 20 % rata-rata perhari jam kerja di korporasi, terbuang untuk berangkat dan pergi ke kantor. Lalu lebih dari 50 % , terkuras untuk gosip dan berbicara bersama rekan atau orang lain.

Gambaran lebih konkret, diungkap buku Simplify your work life, ditulis oleh Elaine ST James. Buku yang edisi bahasa Indonesia di terbitkan Gramedia memaparkan adanya gerakan mengurangi jam kerja di Amerika Serikat. Di sana, mereka rela gajinya di potong, asalkan jam kerjanya di kurangi agar bisa membagi waktu dengan keluarga.

Gerakan itu muncul, masih menurut buku itu, dipelopori oleh generasi baby boomers dan penerusnya yang memotret pengalaman orang tua mereka. Walau sudah memeras keringat dan menghabiskan jam kerja........

selanjutnya anda bisa baca di Bisnis Plus 400 Networker Terkaya di Indonesia , edisi ke 8 2006



Tidak ada komentar:

Posting Komentar